Sabtu, 10 April 2010

Sosialisasi UU Kewarganegaraan RI Di Belanda

http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=1404&Itemid=99999999


ANDI MATTALATTA, Menteri Hukum Dan HAM. Kewarganegaraan Tak Harus Ditawarkan

Sumber : Rakyat Merdeka


JUMAT (19/09) lalu. Menhuk dan HAM Andi Mattalatta bersama tim berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Belanda. Maksud kunjungan rombongan Menhuk dan HAM tersebut adalah dalam rangka sosialisasi UU No.l 2 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI.

Dalam acara sosialisasi yang digelar di Aula KBRI Den Haag ini dihadiri warga negara Indonesia yang berdomisili di berbagai kota di Belanda. Acara tersebut dibuka oleh Dubes RI untuk Belanda Junus Effendi Habibie.

Beberapa saat sebelum acara penemuan dimulai, koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A.Supardi Adiwidjaya berkesempatan berbincang-bincang dengan Menhuk dan HAM Andi Mattalatta seputar UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI. Seberapa pentingkah UU tersebut? Berikut penjelasan Andi Mattalatta.

Ada jabatan yang tidak boleh dipegang oleh warga yang pernah menjadi warga negara asing atas kehendak sendiri. Bagaimana bagi mereka yang pernah memiliki kewarganegaraan ganda berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI?

Jabatan yang tertinggi di negara kita adalah presiden. Syarat untuk menjadi presiden itu, antara lain, adalah warga negara Indonesia yang tidak pernah kehilangan kewarganegaraannya karena kehendak sendiri (UUD 1945, Bab III. pasal 6, ayat 1).

Kenapa pasal ini masuk dalam UUD 1945, karena dulu sebelum ada amandemen kan simpel sekali Presiden ialah orang Indonesia asli (lihat UUD 1945 asli sebelum diamandemen. Bab II, pasal 6, ayat 1). Pengertian orang Indonesia asli pada waktu itu konotasinya etnis dan ras.

Setelah perjalanan sekian lama dikonotasikan, kalau berbicara mengenai ras, siapa sih orang yang asli Indonesia itu? Jangan-jangan memang tidak ada "orang asli" itu. Jadi, pendekatannya melalui pendekatan hukum.

Kemudian timbul masalah. Ada perang dunia, ada perang dingin, macam-macamlah. Tidak mustahil, ada orang yang tiba-tiba terkena masalah tertentu, yangmembuatnya tidak bisa pulang ke negerinya.

Di tempat dia berada memerlukan status kewarganegaraan. Terpaksa kewarganegaraannya hilang, bukan karena kemauan-nya sendiri. Orang yang mengalami kejadian seperti ini dan kemudian menjadi warga negara Indonesia kembali bisa jadi presiden di Indonesia.

Dan kalau menjadi presiden Indonesia saja bisa, masak menduduki jabatan lain tidak bisa. Kecuali barangkali jabatan-jabatan yang khusus, seperti jabatan intel, keamanan yang sangat spesifik. Tetapi secara politik, pada dasarnya orang yang pernah memiliki kewarganegaraan asing bukan atas kemauan sendiri tidak masalah.

Berdasarkan UU Kewarganegaraan RI No. 62 Tahun 1958, pencabutan paspor dan kewar-ganegaraan eks-Mahid(eks mahasiswa ikatan dinas) dan "orang-orang yang terhalang pulang" lainnya adalah pelanggaran HAM. Karena itu, dalam proses pengembalian kewarganegaraan mereka seyogyanya ada penegasan dari Pemerintah RI sekarang ini tentang pelanggaran HAM tersebut. Pendapat Anda?

UU No. 12 Tentang Kewarganegaraan RI yang baru ini pendekatannya sebenarnya untuk mengakhiri semua masalah-masalah dasar kenegaraannya, siapa yang menjadi warga negara. Termasuk mengakhiri masalah-masalah kewarganegaraan yang bisa dikaitkan dengan masalah politik dengan orientasi kami ke depan.

Karena itu, UU No. 12 ini lahir hampir bersamaan dengan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di DPR. Cuma sayang, ketika ke Mahkamah Konstitusi, MK membatalkan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini.

Karena itu pada saat UU No. 12 Tentang Kewarganegaraan RI Tahun 2006 (yang diberlakukan hingga Agustus 2009) dibuat berdasarkan pikiran kita ke depan, bukan ke belakang.

Alasannya apa?

Ya kita mau membangun negeri ini menyamakan dan menyatukan seluruh potensi bangsa ke depan. Kalau tentang masalah masa lalu, biarlah hukum yang menyelesaikanya.

Apa alasan, MK mencabut

UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi?

Ada banyak alasan. Karena pertimbangannya di situ ada amnesti. Saya bilang juga salah satu masalah kita, karena MK kan seharusnya berfungsi sebagai pengadilan.

Tapi dalam perkembangannya, kadang-kadang juga dia berfungsi sebagai pembuat undang-undang. MK juga membuat undang-undang baru.

Sebagai jalan keluar atau penyelesaian persoalan eks-Mahid dan "orang-orang terhalang pulang" lainnya, pemerintah SBY tampaknya menawarkan UU No.)2 Tahun 2006. Bagaimana penjelasan Anda?

Ya, memang demikian. Hal itu tentu ada persyaratannya. Artinya apa? Harus ada kemauan dari yang bersangkutan.

Kenapa begitu?

Sering kita dikritik di Jakarta. Menjadi warga negara itu dianggap birokratis. Saya bilang, urusan menjadi warga negara itumemang bukan urusan yang ha-rus diiklankan. Misalnya, mau mendirikan PT, mendirikan usaha, mendapatkan izin bangunan, itu memang harus diperebutkan, diiklankan.

Akan tetapi untuk menjadi warga negara, bukan sesuatu yang harus ditawar-tawarkan kepada orang lain. Jadi, yang pertama harus muncul dari yang bersangkutan sendiri.

Masalahnya, mereka itu kan dicabut paspornya. Dalam UU No. 12 Tahun 2006, misalnya menganggap bahwa eks-Mahid dan "orang-orang yang terhalang pulang" itu telah lalai dalam melapor ke KBRI setempat lima tahun berturut-turut adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Penjelasan Anda?

Ya, setiap problem itu kan ada penyelesaiannya. Bisa melalui hukum atau melalui administrasi. Yang ditempuh UU No. 12 ini adalah penyelesaian melalui administrasi.

Kalau mau melalui proses hukum harus meneliti dulu di mana ujung dan pangkalnya. Orang akan memulai dulu pencabutan paspor itu dasarnya apa. Lalu akan dikirim kepada panitera, dan akan masuk ke masalah keterpe-ngaruhan.

Yang tadinya UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI ini mau mendamaikan orang, yang terjadi bukan damai, tapi saling cari kesalahan. Karena saling cari kesalahan, tujuan kita untuk menyatukan energi bangsa untuk kepentingan negara, malah tidak tercapai.

Orang-orang keturunan yang kita tidak tahu kapan mereka datang (masuk) ke Indonesia, yang selama ini mengurus SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) dengan UU No. 12 saja masih kita beri kewarganegaraan RI. Apalagi untuk kawan-kawan kita, yang tadinya warga negara Indonesia, hilang kewarganegaraannya bukan karena kehendak sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar